Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i atau yang lebih kita kenal dengan nama Imam Syafi'i
adalah seorang pemuda Quraisy yang nasabnya bertemu dengan nasab
Rasulullah pada Abdu Manaf, kakek generasi keempat diatas Rasulullah.
Beliau lahir di Ghaza, Palestina (riwayat lain lahir di Asqalan,
perbatasan dengan Mesir) pada tahun 150 H, pada tahun yang sama dengan
meninggalnya Imam Abu Hanifah. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim,
diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi serba kekurangan
(miskin).
Beliau dikenal sebagai murid
yang sangat cerdas. Pada usia tujuh tahun sudah dapat menghafal
Al-Qur’an. Kemudian beliau pergi ke kampung Bani Huzail untuk
mempelajari sastra Arab dari Bani Huzail yang dikenal halus bahasanya.
Sampai suatu ketika beliau bertemu dengan Muslim bin Khalid Az Zanji yang menyarankan agar beliau mempelajari fiqih.
Imam Syafi'i kemudian berguru kepada Imam Muslim bin Khalid Az Zanji (mufti Mekkah). Pada usia 10 tahun Imam Syafi'i sudah hafal kitab Al-Muwatta’ karya Imam Malik. Pada usia 13 tahun bacaan Al-Qur’an Imam Syafi'i
yang sangat merdu mampu membuat pendengarnya menangis tersedu-sedu.
Pada usia 15 tahun beliau diijinkan oelh gurunya untuk memberi fatwa di
Masjidil Haram.
Ketika berumur 20 tahun Imam Syafi'i ingin berguru langsung kepada Imam Malik bin Anas,
pengarang kitab Al Muwatta’ di Madinah. Niat itu didukung oleh gurunya
dan didukung juga oleh gubernur Mekkah yang membuatkan surat pengantar
untuk gubernur Madinah meminta dukungan bagi keperluan Imam Syafi'i dalam belajar kepada Imam Malik di Madinah.
Dengan diantar gubernur Madinah, Imam Syafi'i mendatangi rumah Imam Malik.
Mula-mula Imam Malik kurang suka dengan adanya surat pengantar dalam
urusan menuntut ilmu. Tapi setelah pemuda Syafi’i bicara dan
mengemukakan keinginannya yang kuat untuk belajar, apalagi setelah
mengetahui bahwa pemuda Syafi’i telah hafal Al-Qur’an dan hafal kitab Al
Muwatta’ karangannya, maka Imam Malik menjadi kagum dan akhrinya
menerimanya menjadi muridnya.
Imam Syafi'i kemudian menjadi murid kesayangannya dan tinggal di rumah Imam Malik. Imam Syafi'i juga dipercaya mewakili Imam Malik membacakan kitab Al-Muwatta’ kepada jamaah pengajian Imam Malik. Sekitar satu tahun Imam Syafi'i tinggal bersama Imam Malik bin Anas, hingga akhirnya Imam Syafi'i ingin pergi ke Irak, untuk mempelajari fiqih dari penduduk Irak, yaitu murid-murid Imam Abu Hanifah. Imam Malik pun mengijinkan dan memberikan uang saku sebesar 50 dinar.
Sesampai di Irak, Imam Syafi'i menjadi tamu Imam Muhammad Al Hasan (murid Abu Imam Abu Hanifah). Beliau banyak berdiskusi dan mempelajari kitab-kitab mazhab Hanafi yang dikarang oleh Muhammad Al Hasan dan Abu Yusuf. Setelah sekitar dua tahun berdiam di Irak, Imam Syafi'i meneruskan pengembaraan ke Persia, Anatolia, Hirah, Palestina, Ramlah. Di setiap kota yang dikunjungi Imam Syafi'i
mengunjungi ulama-ulama setempat, melakukan diskusi mempelajari ilmu
dari mereka dan mempelajari adat-istiadat budaya setempat. Setelah
bermukim 2 tahun di Irak dan 2 tahun mengembara berkeliling ke negeri
negeri Islam akhirnya Imam Syafi'i kembali ke Madinah dan disambut penuh haru oleh gurunya yaitu Imam Malik bin Anas. Kemudian Imam Syafi'i
selama empat tahun lebih tinggal di rumah Imam Malik dan membantu
gurunya dalam mengajar, sampai meninggalnya Imam Malik pada tahun 179 H.
Sepeninggal Imam Malik,
ketika itu beliau berusia 29 tahun, maka tidak ada lagi orang yang
membantu keperluan beliau. Atas pertolongan Allah pada tahun itu juga
datang wali negeri Yaman ke Madinah yang mengetahui bahwa Imam Malik bin
Anas telah wafat dan mengetahui tentang salah seorang muridnya yang
cerdas dan ahli yaitu Imam Syafi'i. Wali Negeri Yaman mengajak Imam Syafi'i
ikut ke Yaman untuk menjadi sekertaris dan penulis istimewanya. Di
Yaman beliau menikah dengan Hamidah binti Nafi (cucu Usman bin Affan)
dan dikaruniai seorang putra dan dua orang putri.
Di Yaman Imam Syafi'i juga masih terus belajar, terutama kepada Imam Yahya bin Hasan. Disana beliau juga banyak mempelajari ilmu firasat yang pada saat itu sedang marak dipelajari.
Pada waktu itu Yaman merupakan
salah satu pusat pergerakan kaum Alawiyin yang berusaha memberontak
terhadap kekuasaan Bani Abbas. Berdasarkan laporan mata-mata Khalifah
maka beberapa tokoh orang-orang Alawiyin dan termasuk juga Imam Syafi'i ditangkap dan dibawa ke Baghdad untuk diinterogasi oleh Khalifah Harun Al Rasyid.
Setelah diinterogasi dan berdialog dengan Khalifah Harun Al Rasyid, beliau dibebaskan dari segala tuduhan, sedangkan semua orang-orang Alawiyin dibunuh oleh Khalifah. Setelah bebas dibebaskan, Imam Syafi'i
sempat beberapa lama tinggal di Baghdad dan menuliskan fatwa-fatwa qaul
qadim (pendapat lama) nya. Selama di Baghdad ini pula pemuda Ahmad bin Hanbal berguru kepada beliau mempelajari fiqih.
Pada sekitar tahun 200 H, Abbas bin Abdullah diangkat menjadi gubernur Mesir. Gubernur Mesir yang baru tersebut mengajak Imam Syafi'i ikut ke Mesir untuk dijadikan Qadly sekaligus mufti di Mesir. Maka akhirnya Imam Syafi'i tinggal di Mesir bersama sang Gubernur.
Setibanya di Mesir, Imam Laits bin Sa’ad mufti
Mesir telah meninggal, maka beliau mempelajari fiqih Imam Laits
melalui murid-muridnya. Di Mesir inilah beliau menuliskan fatwa-fatwa
qaul jadid (pendapat baru) nya. Imam Syafi'i terus mengajar dan menjadi mufti, memberikan fatwa-fatwa di Masjid ‘Amr bin Ash sampai wafatnya.
Metode Ijtihad Imam Syafi'i :
- Al-Qur’an
- Hadis
- Ijma’
- Qiyas
- Istidlal
Imam Syafi'i
adalah orang pertama yang menyusun sistematika, perumus dan yang
mengkodifikasikan ilamu Ushul Fiqih, melalui kitabnya Ar Risalah. Beliau
menerangkan cara-cara istinbath (pengambilan hukum) dari Al-Qur’an dan
Hadist, menerangkan mukashis nash yang mujmal, menerangkan cara
mengkompromikan dan men tarjih nash-nash yang secara zahirnya saling
bertentangan, menerangkan kehujahan Ijma’, qiyas dsb. Imam Syafi'i Juga melakukan penilaian terhadap metode ihtihsan Imam Abu Hanifah, metode maslahah mursalah dan praktek penduduk Madinah yang dipakai oleh Imam Malik.
Kitab-kitab mazhab Syafi’i :
- Ar Risalah, kitab pertama yang menguraikan tentang ilmu Ushul Fiqih.
- Al ‘Um (kitab induk), berisi pembahasan berbagai masalah fiqih.
- Jami’ul Ilmi.
- Ibthalul-Istihsan, berisi penilaian terhadap metode Istihsan.
- Ar-Raddu ‘ala Muhammad ibn Hasan, berisi mudhabarah, diskusi dan bantahan terhadap pendapat Muhammad ibn Hasan, murid utama Imam Abu Hanifah.
- Siyarul Auza’y, berisi pembelaan terhadap Imam Al-Auza’y.
- Mukhtaliful Hadits, berisi cara mengkompromikan hadits-hadits yang secara zahir saling bertentangan.
- Musnad Imam Syafi'i, berisi kumpulan hadits yang diterima dan diriwayatkan oleh Imam Syafi'i.
Komentar
Posting Komentar